ALL 'BOUT GAY

"Your happy ending is getting ready to accept a new beggining..."
- Lee Kyung Ha

tittle: Happy Ending
author: Lee Kyung Ha
genre: Yaoi, Tragedy, Slice of Life

INI KOMIKNYA KEREN ABISSSS!! Relationship antara uke dan semenya ngena banget! Jadi disini ada cowok yang bernama Park Wonwoo yang ganteng banget, kaya, pokoknya hampir perfect deh. Dia baru putus sama pacar ceweknya, dan dia minta perusahaan Happy Ending buat ngirimin dia seseorang buat nemenin dia yang lagi sendirian dirumah. Wonwoo tadinya ngira kalau yang dateng tuh bakalan cewek cute yang sexy abis!

Tapi ternyata.. yang datang adalah seorang cowok yang cuteee banget! XD
Awalnya si Wonwoo ini menolak kehadiran cowok itu, dia protes sama pihak Happy Ending. Tapi akhirnya dia ngebolehin Hokyung buat tinggal dirumahnya buat bersih-bersih sama masak.

Seiring beralannya waktu... Wonwoo semakin merasakan 'sesuatu' terhadap Hokyung yang ceria itu. Apakah mereka akan jadiaaaaan? Baca sendiri ya komiknya disini~ hahaha XD

(Rating: ★★★★★)
Read More …

“Apa itu penting? Kenapa kita harus pacaran? Kenapa kita harus menikah?”
- El (Silent Valentine)
El dihadapkan pada pilihan yang sulit. Di belakangnya ada seorang gadis yang setia menunggunya kembali ke pelukannya dan seorang gay yang dia anggap kakak kandungnya sendiri. Siapa yang akan dipilihnya? Mickhael, seorang introvert yang memiliki trauma berat.

Trauma yang membentuk kepribadiannya menjadi lelaki melankolis yang dingin dan tak peduli terhadap banyak hal tentang orang-orang di sekitarnya. Meliska, gadis tomboi yang sering berdandan menor itu adalah gadis yang benar-benar mencintainya. Ichan, seorang lelaki yang sering dianggapnya kakak itu adalah malaikat baginya.

Selama 12 tahun dia menemani El sepanjang hari. Kali ini mereka bertiga saling bertemu. Di tengah pilihan yang sulit diambil El. Jika dia memilih Meliska, dia tidak akan pernah bertemu kembali dengan malaikat penyelamatnya. Tapi jika dia memilih Ichan, dia harus menjadi orang “sakit”. Meninggalkan Meliska, dan memuaskan nafsu birahi Ichan sebagai bukti bahwa El lebih menyayanginya dan menganggapnya sebagai kakak.

Hayooo, kira-kira siapa yang bakalan di pilih sama El ya? Penasaran? Baca aja ya~ harga bukunya Rp. 81.300... hehe, agak mahal sih ya, cuman tebelnya tuh 467 halaman lho :)

(Rating Book: ★★★★☆)
Read More …

Maka, berbahagialah manusia yang dikarunai cinta yang indah hingga ajal menjemputnya.
- Gusnaldi
Gila sumpah, ini Novel keren abis! Spica juga nangis pas baca ini! Berkisah tentang Dydy (Top) yang mempunyai hubungan khusus dengan Bobi (Bottom) walaupun si Dydy ini sudah beristri. Namun di saat-saat terakhirnya Intan (istrinya Dydy), ia sudah mengetahui hubungan Bobi dengan suaminya, akhirnya ia memberikan pesan ke Bobi agar dia bisa menggantikannya menjaga Dydy serta kedua anaknya. 

Awalnya memang manis. Bobi dan Dydy menjadi keluarga yang bahagia, Bobi menjaga Prita dan Laura layaknya anaknya sendiri. Mereka berempat melewatkan waktu liburan bersama, tak ada wajah murung diantara mereka. Tapi sayangnya, hidup tidak selalu diatas, ada saatnya kita jatuh. 

Rintangan demi rintangan datang menguji cinta Bobi dan Dydy. Ada Harry yang masih mengejar cintanya Bobi. Dan ada Fani yang tergila-gila dengan Dydy. Belum lagi masalah Prita yang menyadari bahwa ayahnya menjalin hubungan khusus dengan Bobi. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Eeeits, rahasia~ biar seru, beli bukunya aja ya ^^ dijamin gak nyesel deh~!

(Rating Book: ★★★★☆)
Read More …

"Ketika cinta tak memilih jenis kelamin, cinta pun menjadi terlarang..."
- Andrei Aksana
Dalam novel Andrei Aksana yang berjudul Lelaki Terindah ini, beliau sukses membuat Spica nangis dan galau selama seminggu. Wkwkwk, mungkin kedengarannya lebay, tapi memang kenyataanya begitu kok. Pasti sebagian besar kaum LGBT udah gak asing lagi deh sama judul novel ini~! Tapi Spica tetep ngerivew buku ini ya ^^

Berkisah tentang dua orang pemuda. Yang pertama bernama Rafky, seorang Pria straight yang mempunyai jiwa petualang. Lalu ia bertemu dengan seorang Pria bernama Valent di awal perjalanannya ke Bangkok. Awalnya mereka berdua berhubungan layaknya seorang sahabat biasa. Namun, seiring dengan berjalannya waktu... hubungan Rafky dengan Valent berubah menjadi lebih dari seorang sahabat. 
Masalah demi masalah mereka hadapi. Namun ada satu rintangan yang tak bisa dilewati oleh mereka... Apakah itu? =')

Novel ini disusun oleh kata-kata yang rapih dan indah, juga diselipi dengan sajak-sajak tinggi namun indah. Pokoknya Spica jamin, yang gak baca Novel ini nyesel abis! Harganya cuman Rp. 59.000 kok~ hehe ^^

Ini, Spica tampilin puisi yang ada dibelakang cover ya:
Suatu ketika dulu
Aku pernah dihanyut asmara

Tapi tak pernah ku tenggelam
Karena kekuatan cintamu
Menjadi perahu dan dayungku

Hanya engkaulah yang mampu
Melenyapkan ragu menjadi tahu
Memupuskan kelu menjadi deru

Hanya engkaulah yang bisa
Menggantikan tawar menjadi rasa
Menhadirkan tiada menjadi ada

Karena hanya engkaulah …

Lelaki Terindah di hidupku
.
 
(Rating Book: ★★★★★)
Read More …

BOY MEETS BOY

Boy Meets Boy (BMB) adalah sebuah film pendek bertemakan Gay yang sangat unik dan menyentuh. Kenapa unik? Karena di film ini tak ada satupun dialog yang tertera. 

Bercerita tentang seorang lelaki yang diperankan oleh Kim Hye Sung bertemu dengan Seok-i (Hyun Jin Lee). Awal pertemuan mereka memang buruk... Tapi untuk selanjutnya, sweet banget kok =D
Dari awal Spica udah sadar kalau Seok-i ini ada something sama Min-soo =) walaupun dia ikutan nge-bully Seok-i.

Overall, keseluruhan cerita ini sweet banget kok =D Kurangnya cuman... uhm, sorry ya, kurangnya itu kayaknya karena ada cupid nya deh. Coba kalau gak ada cupid aneh itu, pasti Spica sangat menikmati filmnya deh, lol XD
Read More …

SOUNDLESS WIND CHIME
Film ini berkisah tentang dua orang pemuda, si pemuda Cina bernama Ricky yg dari Cina daratan, tinggal di Hongkong bersama dengan tantenya yg bekerja sebagai prostitusi. Sementara Ricky sendiri bekerja sebagai delivery boy untuk menghidupi dirinya. Sementara ada seorang pemuda Swiss bernama Pascal, pencopet yang sering diabuse oleh cowoknya yang tukang tipu. Nasib mempertemukan mereka ketika Pascal mencopet dompet Ricky. Dan ketika Pascal memutuskan untuk meninggalkan cowoknya, dia kembali bertemu dengan Ricky yg akhirnya membuat mereka berdua menjalin hubungan romantis. Tetapi hubungan mereka mengalami saat saat mesra maupun saat saat yg berat yang membuat mereka berpikir apakah mereka berhubungan memang karena saling mencintai atau memang karena sedang sama sama membutuhkan seseorang. Tetapi kisah mereka terpaksa harus berakhir ketika Pascal meninggal karena tertabrak mobil.

Kadang kadang kita suka bertanya, apakah ketika saling mengakui cinta ke pasangan kita, apakah murni adalah perasaan cinta, atau mungkin cuma kebutuhan kita akan seseorang yang sebenarnya dapat dengan gampang digantikan oleh orang lain. Itu mungkin salah satu pertanyaan akan muncul di pikiran kita ketika menonton film ini.

Sampai akhirnya beberapa tahun kemudian, Ricky menemukan seorang pria yg sama persis dengan Pascal di Swiss bernama Ueli, tetapi dengan sifat yg sangat bertolak belakang. Setelah mengenai ueli lebih jauh, barulah Ricky mengetahui hubungan sebenarnya antara Pascal dan ueli.

Banyak Scene yang menurut Spica keren banget! Sweet banget deh pokoknya! XD Recomended banget! Katanya sih film ini bisa di tonton di youtube, tapi kalau Spica nontonnya lewat DVD =D
Read More …

Hidup sebagian besar orang, bisa diumpamakan dengan sebuah garis lurus. Mereka selalu mempunyai kenangan yang lurus, utuh, tanpa terputus. Saat bahagia yang menghampiri, atau kesedihan yang datang tanpa ketukan. Mereka selalu mengingatnya kejadian-kejadian itu.

Mereka perlu bersyukur, karena hidupku adalah sebuah garis yang tak sempurna. Garis yang terputus-putus. Aku sendiri tak pernah tahu... ketika aku bahagia, ketika aku sedih, bahkan ketika aku kaget, yang kuingat hanyalah sebuah bayangan hitam kelam. Benar-benar ingatan yang tak pernah utuh, bagaikan ember bocor yang diisi oleh Air.

Kata Pria berjaz putih dengan gelar dr, aku terjangkit penyakit Narcolepsy. Ketika emosi datang menghampiriku, tubuhku tak bisa menerimanya... Aku kehilangan moment yang sangat penting dalam hidupku karena ketika aku sedang bahagia, maupun sedih... Aku terlelap dalam mimpiku. Butuh waktu lebih dari 20 jam untuk bisa bangun kembali dalam dunia nyata, dan pada akhirnya... Kenangan yang ingin kubuat sempurna, menjadi putus. Hanya ada awal dan akhir, tak ada pertengahan.

Ayahku pernah mengatakan sesuatu, ketidak tahuan adalah suatu bentuk lindungan tuhan. Supaya hati tak perlu bekerja ekstra keras. Tapi, aku tak percaya kata ayahku. Karena aku mengerti rasanya dipermainkan oleh hidup, saat aku tak tahu apa-apa. Dan aku tak pernah bisa berbuat apapun untuk melawannya.

Aku hanyalah seorang lelaki, yang tak pernah ditakdirkan untuk memiliki garis yang utuh.

Awalnya aku berpikir begitu, tapi kini semuanya berbeda. Ketika aku bertemu dengannya. Dia selalu melewati ruangan kelasku, bersama dengan teman-temannya. Dia, adalah seorang lelaki yang umurnya lebih tua satu tahun dariku. Tubuhnya tinggi, wajahnya pun tampan, pantas saja jika semua orang mau berteman dengannya.

Aku selalu iri dengannya. Aku selalu takjub melihatnya. Dan mataku tak pernah teralihkan lagi dari sosoknya. Dari ruangan kelas yang tak besar ini, aku selalu melihatnya dari jendela... yang tengah asik mengobrol bersama teman-temannya. Dan tanpa sadar, tangan inipun... melukiskan sosoknya yang tampan diatas kertas buku tulisku.

Disaat aku ingin meliriknya lagi, dia sudah tak ada didepan kelasku. Kemana dia? Setelah aku menolehkan kepalaku ke depan kelas... Dia sudah memasuki kelasku. Sebisa mungkin aku ingin menenangkan diriku. Ku masukkan buku tulisku ke dalam tas, sebelum dia melewati mejaku.

Sial... kenapa jantungku tak mau berhenti berdetak? Aku gak mau terlelap sekarang... Aku.....Aku...
_______________________________
"Kau sudah sadar?" tanya seorang perempuan yang tengah duduk disampingku. Ah, ternyata dia...

"Aku sudah dirumah ya? Berapa jam aku tertidur?" tanyaku sambil menatap langit-langit kamarku. Perempuan itu menghembuskan nafas kecilnya.

"Hanya 11 jam, gak sampai 20 jam kok," ujar gadis itu sambil memberiku segelas air putih. "Lagian kamu kenapa bisa tertidur di sekolah sih? Gak biasanya...." sambung gadis itu dengan menatapku curiga.

Aku hanya bisa terdiam sambil meneguk air mineral yang diberikan oleh sahabatku. Aku memang ceroboh, gak seharusnya aku tertidur ketika aku berada di sekolah.

"Eh ya, barusan aku membeli sesuatu... ini untukmu," ucap gadis itu sambil tersenyum dan memberiku sebuah kotak yang dibungkus dengan rapih. "Handycame untukmu, biar kamu tak melewatkan moment penting lagi."

Aku tersenyum lebar meraih benda tersebut. Akhirnya, kutemukan tempat lain untuk menyimpan memoriku. Akupun tak sabar untuk menanti hari esok.

Keesokan harinya, tepatnya pada hari minggu pagi. Aku berjalan-jalan disebuah taman hanya untuk sekedar refreshing, sambil mencoba Handycameku ini. Tapi ketika aku sedang berjalan dengan santainya, datanglah sebuah motor yang menyelip dari sebelahku, dan membuatku kaget. Tanpa sadar, aku terjatuh dan terlelap dijalanan.
..............
..............
..............
"Hei! Hei, kamu! Bangun! Woi, masih hidup kan!?"

uurgh... S-siapa? Aku pernah mendengar suara ini... tapi dimana ya? Dengan perlahan, kubuka kedua kelopak mataku. Dan terlihalah seorang lelaki tampan yang sering kupuja... Nggak, aku gak boleh kaget. Aku tak mau tertidur lagi. Ah ya... Handycameku.... dimana?

"Akhirnya bangun juga, bener-bener bikin takut aja deh! Oh ya, ini Handycame kamu kan?" tanya lelaki itu sambil memberikan sebuah Handycame padaku. Tanpa bicara, aku mengambil Handycameku dari tangannya.

"Berapa lama aku tertidur?" tanyaku tanpa menatapnya.

"Hah!? Jadi kamu tidur!? Dipinggiran jalan gitu!?" sentaknya dengan suara yang keras. Lho? Kenapa aku gak tertidur? Biasanya aku tertidur mendengar suara yang keras,tapi ini....

"Uhm, kamu tidurnya cuman tiga puluh menit kok... Lama banget kamu tidur dijalanan." ujar lelaki disebelahku dengan nada penasaran. Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam, dan bingung. Kenapa bisa secepat itu aku bangun? Biasanya butuh waktu dua puluh jam aku kembali kedunia nyata. Sebenarnya... Aku ini kenapa?

Semenjak hari itu, Aku dan Reza, lelaki tampan itu, sering melewatkan waktu bersama untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah. Ternyata aku dan Reza semakin dekat karena hobby kita yang sama, yaitu art and traveling. Semenjak berteman dengan Reza, aku juga jarang sekali terlelap, sekalipun terlelap mungkin aku akan kembali bangun dengan cepat. Reza juga telah mengetahui penyakitku, dan dia rela membawakan Handycameku untuk merekamku. Sahabatku yang bernama Detania, dia juga bersyukur dengan keberadaan Reza yang semakin membuatku menjadi lebih membaik.

Aku kira semuanya akan baik-baik saja. Aku kira aku bakal sembuh dari penyakit ini... tapi....
Ketika aku menyadari perasaanku ke Reza, Aku tak bisa tinggal diam saja. Mumpung aku masih bisa bernafas di dunia ini... Aku ingin mengungkapkan semua perasaanku pada Reza.

Dihari kelulusan tiba, aku berbicara empat mata dibelakang sekolah, tepatnya di taman sekolah... Tempat dimana kami selalu bisa bersantai bersama pada waktu istirahat. Aku menaruh Handycameku diatas meja taman, dan kututupi dengan jaketku agar tak terlalu kelihatan. Aku yakin, aku pasti tertidur ketika aku mengatakan perasaanku ini. Makanya, aku mempersiapkan Handycameku.

"Ezhar... Ada yang ingin kau bicarakan denganku?" tegur seorang lelaki yang sangat aku kagumi. Sosoknya semakin terlihat tampan dengan stelan jaz hitamnya... Benar-benar sesosok lelaki idaman.
"Reza...." tegurku dengan suara yang nyaris tak terdengar karena hembusan angin yang kencang. Kulangkahkan kakiku agar mempertipis jarakku dengan Reza. Kuraih tangan kanannya yang selalu melindungiku itu. Dan kugenggam tangannya dengan kedua tanganku.

"Terima kasih, atas semua yang telah kau lakukan untukku...." ujarku dengan nada yang sedikit bergetar. Walaupun jantungku sudah berdetak dengan cepat, kuberanikan diri untuk menatap kedua bola mata onyx miliknya. "Maaf... Aku mencintaimu."

Setelah itu, aku tak mengingat apapun lagi. Pandanganku menjadi gelap. Suara yang terakhir kali kudengar, adalah suara miliknya yang tengah teriak memanggil namaku.

Ah... Apakah aku sudah terlelap? Kalau ya... Mungkin ini adalah ending yang paling membahagiakan untukku. Akhirnya, aku bisa mempunyai garis lurus yang sempurna... tanpa ada yang terputus. Haha... hahaha, akhirnya aku berhasil menjadi seperti yang lainnya. Hah... aku lelah. Aku ingin beristirahat... Selamat malam.
________________________
8 Tahun Kemudian.......
________________________
~Author's POV~

Diruangan yang sederhana namun nyaman ini, terdapat dua orang lelaki dan seorang wanita yang tengah diancam kesunyian. Lelaki pertama bertubuh tegap, dia sedang duduk sambil menggenggam tangan lelaki kedua yang tengah terbaring lemah disampingnya. Sedangkan Wanitanya... Dia hanya berdiri mematung disebelah lelaki pertama.

"Sudahlah, Rez. Kau harus merelakan kepergiannya," ujar Wanita itu sambil menepuk bahu Pria disebelahnya. Sang Pria yang bernama Reza itu hanya tersenyum tipis.

"Dia belum pergi, Detania. Dia tak boleh pergi begitu saja..." balas Reza dengan suara beratnya. "Lagipula, dia belum mendengar perasaanku. Curang sekali kan?"

Wanita karir yang bernama Detania itu kembali tersenyum. Dia tahu kalau kedua sahabatnya itu memiliki perasaan yang sama. Detania juga selalu berusaha untuk membangunkan sahabatnya yang tengah tertidur lelap selama delapan tahun lamanya. Pihak rumah sakit bilang, kalau Ezhar terlalu memaksakkan dirinya untuk terus melawan penyakitnya. Dan pada akhirnya, ketika dia sudah melewati batasnya... Ezhar merasa lelah dan kemungkinan besar dia tak akan pernah bangun lagi dari tidur lelapnya. Meskipun begitu, Detania dan Reza selalu setia menantikan Ezhar untuk kembali membuka kedua matanya.

Takdir Ezhar hanya ada dua jalan. Pertama, Ezhar tak akan pernah bangun kembali. Kedua, Ezhar bangun... akan tetapi ia terancam terkena Amnesia.

"Walaupun dia Amnesia... Kita masih punya ini kan?" ujar Reza sambil memegang sebuah Handycame ditangannya. "Benda ini adalah tempat dimana dia bisa melengkapi garis kenangannya, tanpa ada yang terputus. Dia pasti akan mengingatnya, dia pasti akan bangun dari tidurnya... Ya kan?" sambung Reza sambil tetap mengelus kedua tangan milik Ezhar.

Wanita itu tersenyum menatap kedua sahabat masa SMA nya. Sebenarnya, mereka telah membuat sebuah garis yang sempurna nan indah. Namun Wanita itu yakin, ketika sang pangeran tidur telah berhasil melawan kutukannya... Dia, dan seseorang yang dicintainya, akan membuat garis baru yang tak kalah sempurnanya dengan garis yang dulu pernah dibuatnya, bahkan lebih indah dari sebelumnya.

Detania melangkahkan kakinya menuju Ezhar, sahabatnya. Dia menundukkan badannya dan berbisik kecil ditelinga sahabatnya itu.

"Bangunlah, sang pangeran tengah menunggumu."
Read More …

~Ikhsan's POV~

Terdengar sebuah alaram yang berasal dari jam weker tua milikku. Dengan perlahan, kugerakkan tanganku menuju meja disamping tempat tidurku dan kuraih sebuah jam weker tua. Wah, udah jam setengah 7 pagi nih.

Dengan sedikit malas, aku berdiri dari tempat tidurku lalu kubuka jendela dan kuhirup udara segar dari luar. Mataku yang masih sipit memandang luas ke langit biru. Kenapa ya? Padahal langit-langit itu terlihat indah... Tapi kenapa aku malah tersenyum miris? Ah... Mungkin nasibku sama seperti awan itu. Melayang-layang tak tentu dengan arah, berganti-ganti pula warnanya. Kadang putih, kadang abu-abu, dan bahkan terlihat hitam pekat atau orange.

Ah! Aku baru ingat, setengah jam lagi kan aku ada janji pergi sama Aldo! Waduh, mesti gerak cepet nih. Dalam hitungan detik aku sudah mengambil handukku dan langsung mengambil langkah kaki seribu ke kamar mandi.
--------------------------------------
Selesai aku mengganti baju pergi, terdengar suara klakson mobil dari depan rumahku. Setelah kulihat dari jendela, ternyata itu mobilnya Aldo! Segera aku mengambil tasku dan mengunci pintu rumahku.

"Hei, Chan! Maaf ya aku datangnya lama..." aku tersenyum dan menggeleng kecil mendengar permintaan maaf Aldo. Lagipula waktunya pas banget sih, jadinya gak ada acara tunggu-tungguan.

Hari ini adalah hari minggu, dan untuk pertama kalinya... Aldo mau menemaniku menjenguk mama di rumah sakit jiwa. Aku jadi ingat masa kecilku dulu, kalau tidak salah sih... Dulu Aldo deket banget sama Mama. Mama juga sering wanti-wanti ke Aldo buat ngejagain aku disekolah, huh, mama ada-ada aja deh... Dikiranya aku anak perempuan kali ya?

Ingin rasanya aku balik ke masa-masa indah itu. Tapi pada kenyataannya hal itu gak mungkin terjadi. Rasanya susah banget untuk terus maju kedepan tanpa harus menengok kebelakang.

"Ichan, kamu mau lagu apa?" tanya Aldo tiba-tiba yang menghancurkan lamunanku.

"Hmm... Apa aja deh, Do. Yang penting asik! Hehehe," Aldo tersenyum mendengar balasanku. Lalu dia mengambil kaset Maroon 5 nya dan menyetel lagu Pure Imagination.

Dalam perjalanan, kami tak begitu banyak bicara. Hingga akhirnya setengah jam sudah kami lalui, kami sampai disebuah gedung tua yang semenjak jaman belanda sudah menjadi Rumah Sakit Khusus. Gedung itu mempunyai arsitektur ard deco, yang tak lain adalah bentuk bangunan yang sempat populer di jaman dulu. Pintunya besar-besar, sepertinya terbuat dari kayu jati tua, sebagaimana jendela-jendelanya yang berbentuk krepyak dan memiliki jendela pelapis didalamnya yang berkaca tebal. Cat pada dinding-dindingnya yang berwarna kelam. Sungguh sebuah rumah sakit yang apik dan asri.

Setelah kami melapor pada seorang penjaga di meja resepsionis, kami langsung menuju ke ruangan Mama dengan diantarkan seorang perawat wanita yang cantik. Perawat itu melaporkan kesehatan mama yang semakin hari semakin baik. Aldo dan aku pun merasa lega mendengar kabar itu. Aku berhutang banyak pada rumah sakit ini, mereka tahu kondisiku yang hanya sebatang kara. Maka dari itu, mereka memberikan kebijakan padaku untuk merawat mama sampai sembuh tanpa dipungut biaya sepeser pun.

Sepanjang lorong menuju kamar Mama, kulihat beberapa orang pasien rumah sakit itu berkeliaran. Mungkin mereka pasien yang tidak berbahaya. Ada yang duduk mematung sambil menatap langit, seperti tengah menunggu seseorang. Ada yang tersenyum-senyum sendiri sambil merangkai mahkota bunga. Dan ada yang berbicara sendiri. Mungkinkah mereka menjadi seperti itu karena telah ditinggal oleh orang-orang yang disayangi oleh mereka? Apakah mereka sama seperti Mama? Ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya, sehingga Mama menjadi tak berdaya seperti sekarang.

Tak terasa, kami sudah sampai di depan kamar Mama. Perawat itu mempersilahkanku dan Aldo untuk masuk. Kamar Mama tak pernah dikunci karena Mama tak pernah mengamuk dan keluar dari ruangan. Kata perawat, sepanjang hari kerjaannya hanya melamun dan menatap keluar jendela. Apabila disuruh minum obatpun, mama selalu menurut.

Kulihat Mama yang kini tengah duduk di tempat tidurnya, matanya lurus memandang keluar jendela. Dengan perlahan, aku melangkah mendekati Mama. Kurendahkan tubuhku dan berlutut didepannya, lalu kucium tangan kanannya. Hal ini selalu kulakukan setiap kali aku menjenguknya pada hari minggu.

"Ma... Ini Ikhsan, Ma. Mama gimana keadannya?" tanyaku dengan pelan. Lama Mama membisu, akhirnya Mama mengulurkan tangannya dan menempel di kedua pipiku. Sudah lama aku tak merasakan kelembutan Mama. Setelah tiga tahun lamanya, baru kali ini Mama menanggapiku. Tanpa sadar, butiran-butiran kristal jatuh dari kedua kelopak mataku. Kusentuh tangan Mama yang lembut lalu kugenggam tangannya.

"Ik...Ikh...san...?" sapa Mama dengan susah payah.

"Iya ma, ini Ikhsan. Anaknya Mama..." ujarku dengan nada lirih. Walaupun Mama menatapku, tapi wajahnya masih terlihat datar, kedua matanya masih kosong. Lalu dia menolehkan wajahnya dan menatap Aldo yang tengah berdiri disampingku.

"Kau.... Al..." Mamanya tak mampu untuk menyelesaikan kalimatnya. Aldo yang merasa disapa, ia langsung berlutut di depan Mama sepertiku. Dan ia mengatakan sesuatu.

"Benar tante, aku Aldo! Tante ingat?" Mama masih menatap Aldo tanpa berkedip, lalu ia kembali menatapku. Sepertinya Mama mau berbicara sesuatu, tetapi kami diberitahu suster untuk segera keluar dari ruangan karena jam besuk sudah habis. Aldo membujuk perawat wanita itu untuk diberikan bonus waktu beberapa menit lagi, tapi tidak bisa. Dengan perasaan terpaksa, akupun langsung beranjak berdiri dan mencium kening Mama sebelum pergi meninggalkan Mama.

"Sekarang kita kemana?" tanya Aldo sambil menyalakan mobilnya.

"Menengok Ayah dan Kakak..." jawabku sembari mengenakan sabuk pengaman. Sebelum Aldo melajukan mobilnya, entah kenapa dia menatapku dengan lekat. "A-apa?" tanyaku yang sedikit grogi karena ditatap seperti itu.

Aldo tersenyum sesaat, "Nggak, aku cuman heran aja sama kamu. Kamu masih saja sabar menjalani hidupmu. Kamu benar-benar lelaki yang tegar ya, aku bangga punya sahabat kayak kamu!" ujarnya sambil mengelus kepalaku. Entah aku harus malu mendengar kalimatnya atau harus kesal karena dia mengelus-ngelus kepalaku! Dikiranya aku ini masih anak kecil apa, huh!

Seperti biasa, ditengah perjalanan kami tak terlalu banyak bicara, karena saking asiknya melihat pemandangan kota. Sesampainya di pemakaman, aku dan Aldo menyusuri beberapa batu nisan untuk mencapai kuburan Ayahku dan Kakakku. Alm. Seno dan alm. Ziko. Kuburan mereka bersebelahan, dan aku segera menundukkan kepalaku untuk mencium nisan Ayah dan Kakak.

Tapi, ada yang aneh... Kenapa ada rangkaian bunga disini? Siapa ya yang menaruh bunga-bunga ini dipemakaman Ayah dan Kakak? Selama ini hanya ada aku saja yang menengok mereka. Karena penasaran, aku menanyakan ke penjaga makam yang telah menaruh bunga di makam Ayah dan Kakak. Penjaga itu tampak berpikir sesaat dengan wajah yang cemas.

"Ah, maaf den Ikhsan. Mas kurang tau siapa yang menjenguknya. Tak bersihin bunganya dulu yo," aku langsung mencegat si penjaga makam itu yang ingin membersihkan makam mereka.

"Nggak usah, Mas. Biar kayak gini aja, gak apa-apa kok," lalu si penjaga makam itu segera pamit dari hadapanku dan Aldo.

Hmm... Aku jadi penasaran. Siapa ya kira-kira yang habis menengok Ayah dan Kakak? Ibu? Nggak mungkin. Teman-temanku? Nggak ada yang tahu tempat makam Ayahku dan Kak Ziko. Saudara? Hah, gak mungkin. Mereka gak peduli dengan keluargaku hanya karena ayah dan ibu kawin lari. Lalu siapa yang mengantar bunga ini?

"Apa jangan-jangan Zaki yang habis mampir kesini?" tanya Aldo dengan nada curiga. Mataku langsung terbuka lebar mendengar kalimatnya. Kak Zaki? Tapi dia kan... Dia menghilang dan belum pernah ditemukan oleh siapapun. Apa dia sudah kembali? Tapi dari mana dia tahu makam Ayah dan Kak Ziko? Kenapa dia nggak kerumah? Nggak, nggak mungkin Kak Zaki. Mungkin tebakan Aldo salah.

Selesai membacakan doa agar arwah kakak dan Ayah tenang, kami segera meninggalkan tempat pemakaman itu. Dan pergi menuju cafe karena kak Raisha menelpon Aldo untuk segera datang ke Cafe karena Pak Arya ingin menyampaikan sesuatu.

Dalam perjalanan menuju cafe aku hanya memikirkan satu hal. Aku sangat penasaran, kira-kira siapa yang menengok Ayah dan Kak Ziko ya?
Read More …

~Yuda's POV~

"Jadi, nama kamu Ikhsan ya? Wah, kamu pasti teman dekatnya Yuda. Soalnya Yuda belum pernah mengajak teman sekolahnya kesini!"

Hah, mulai deh. Gak Adel, gak kakaknya, mereka sama-sama cerewet. Pemilik club ini adalah kakaknya Adel, namanya Aurel.

Dan ternyata... Alasan Ikhsan bisa berada diwilayah ini adalah karena dia nyasar. Begini, dia naik kereta untuk pulang kerumahnya, tapi karena ketiduran... Akhirnya dia nyasar sampai kesini, dan gak tau bagaimana jalan pulangnya. Katanya untung saja dia bisa bertemu denganku, kalau tidak, mungkin dia sudah tak bisa balik lagi.

Karena sudah mengobrol, mau gak mau aku juga ikut cerita tentang masalahku ke Ikhsan.

Mengatakan kalau aku tak betah berada disekolah, maupun dirumah. Dirumah aku terlalu capek untuk mendengarkan kedua orangtuaku yang kerjaannya hanya berantem, dan ayahku terus menerus memaksakku untuk meneruskan perusahaannya serta banyaknya peraturan yang harus aku jauhkan. Padahal aku gak mau meneruskannya, dan terlebih lagi... Aku gak mau kalau nantinya aku bakal dinikahkan oleh seorang wanita pilihan ayah. Aku gak mau hidup seperti ini... Gak mau terus menerus diatur. Aku hanya ingin bebas.

Dan disekolah... Jabatanku sebagai ketua Osis membuat orang-orang segan untuk mendekatiku. Maka dari itu aku tak mempunyai teman. Dan melarikan diri dari masalah-masalah hidupku dengan berada di wilayah ini. Hanya disini aku bisa merasa bebas.

"Apakah itu benar-benar kehidupan yang kau mau, Yuda?" aku terdiam sejenak mendengar pertanyaan Ikhsan. Akupun merenung sejenak, apakah ini benar-benar yang aku mau? Kehidupan yang bebas seperti ini yang aku mau?

"Oh ya, kamu bilang kalau kamu gak punya teman di sekolah? Lantas aku ini apa!? Huh, masa aku gak dianggep!" Ikhsan menjitak kepalaku dengan kecil. Sedangkan Aurel hanya bisa tertawa melihat kami.

"Pfft-phuahahaha" sial, aku jadi gak bisa menahan diri untuk tertawa juga. Benar juga ya apa katanya. Aku sangat berterima kasih ke Ikhsan.

Dalam perjalanan pulang, aku kembali merenungkan dunia yang aku dambakan. Setelah mendengar masalah keluarga yang Ikhsan ceritakan tadi, hal itu benar-benar membuatku malu. Kalau membandingkan masalahku dengan masalahnya, sudah pasti masalah Ikhsan jauh lebih berat dibandingkan denganku. Tapi kenapa Ikhsan bisa setegar itu menjalani hidup? Dia juga gak pernah melakukan hal yang macem-macem.
------
Keesokan harinya berjalan seperti biasa. Aldo yang jutek padaku, Adel yang talkative, Yola yang masih sensi ke aku, dan Ikhsan yang selalu menghiburku.

Malam inipun aku masih tetap berpergian ke wilayah rawan itu. Entah apa yang sedang aku pikirkan, tapi pertanyaan Ikhsan selalu berputar dalam ingatanku. Malam ini aku berencana untuk pergi ke club bersama teman-temanku, tapi sesampainya disana...

"Yuda! Akhirnya kau datang juga! Aku ingin menyampaikan sesuatu ke kamu! Ini penting!" Ikhsan berlari kecil kearahku. Teman-temanku memandangiku dengan bingung.

"Lho? Itu kan bocah yang kemarin. Lu kenal dia?" tanya salah satu dari mereka. Shit! Kenapa dia ada disini sih!? Dia kan tau kalau ini tempat yang rawan, harusnya dia gak melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya!

"Kamu gila, ya! Masih aja nekat kesini pakai seragam!! Dengar ya, tempat seperti ini gak pantes untuk kamu!" Ikhsan menatapku untuk sesaat, lalu dia menundukkan kepalanya. Aurel yang tadinya sedang meminum secangkir Wine, kini ia menghampiriku, Ikhsan, serta teman-temanku.

"Yuda, kamu keterlaluan banget sih. Jangan kasar dong!" ucap wanita itu sambil memegang bahu Ikhsan.

"W-wah, lihat tuh! Dia nangis, gara-gara lu sih!" bisik salah seorang temanku.arrrgh, kok langsung pada nyalahin aku sih!

"Tadi disekolah aku dengar diruangan guru, kalau ada salah satu anak yang dikeluarkan karena kepergok sedang berada di tempat hiburan. Aku gak mau kamu dikeluarin dari sekolah... Kamu harus berhenti berkeliaran diwilayah ini, sebelum guru-guru dari sekolahan kita memergokimu!" ucap Ikhsan dengan tegas dan kedua matanya menatap lurus kearah mataku.

Apa yang harus aku lakukan? Aku gak mau dikeluarkan dari sekolah... Tapi kalau harus meninggalkan tempat ini, aku...

"Wah, anak ini perhatian banget sama KAMU ya, Yud! Sesuatu banget..." ujar salah seorang temanku yang cewek.

"Iya ya, jangan-jangan... Bocah ini suka sama lo Yud? Hahaha!" tawa temanku disusul oleh tawa teman-temanku. Sial, kenapa jadi bahan tawaan seperti ini!!?

"Iya, kamu benar! Aku suka kok sama Yuda! Aku juga sayang sama dia!"

DEG!

Jantungku tiba-tiba saja berdetak dengan kencang. I-ikhsan... Suka sama aku? Kedua mataku terbuka lebar, juga sepasang mata teman-temanku terbuka dengan sangat lebar. Entah kenapa suasananya menjadi hening... Sepertinya Ikhsan sedang mengeluarkan jurus Freeze nya.

"Sebagai sahabat, aku gak mau sahabat yang aku sayangi dikeluarkan dari sekolah!" gubragh! Ternyata dia cuman menganggapku sebagai sahabat... Hah, kenapa aku mikirnya jauh-jauh ya?

"Udahlah, bro. Biarpun lu keluar, lu tetep jadi bagian dari kita kok. Ya gak, guys?" aku terdiam melihat teman-temanku yang mendukungku dengan semangat.

"Iya bener! Lo jangan sampe putus sekolah kayak kita, bro. Wujudkanlah cita-citamu, eh, maaf... Maksudnya wujudkanlah cita-cita kita!" satu persatu teman-temanku mengacak-ngacakin rambutku. Sial, kenapa jadi diperlakukan kayak anak kecil ya!? Tapi, syukurlah... Aku bisa mempunyai sahabat yang pengertian seperti mereka. Aku gak perduli dengan orang-orang yang mengatai mereka sampah, bagiku... Mereka adalah mutiaraku.

"Oh ya, gimana kalau malam ini kita membuat pesta? Kebetulan, Ikhsan orangnya pinter nyanyi lho! Pada mau denger gak?" pertanyaan Aurel disambut dengan antusias oleh teman-temanku. Sedangkan Ikhsannya sendiri hanya tersipu malu... Kasian dia, didorong-dorong sama Aurel untuk naik keatas panggung untuk menyanyi.

Ikhsan membawakan lagu yang berbeda! Judulnya sih Like a Good Boy, cuman nadanya itu lho... Pake nada Like a G-6! Liriknya gini nih:
Playing nice, tickle fight; with my sister
When I’m in a rush, don’t run with the scissors
Using scissors on my crafts, cus all my crafts give me joy
Now I’m following the rules, Like a Good Boy
Like a Good Boy, Like a Good Boy
Now, now now now now I’m following the rules Like a Good Boy.
Like a Good Boy, Like a Good Boy
Now, now now now now I’m following the rules Like a Good Boy.

Gimmie that Gimmie that dust pan
Gimmie that mop and broom broom
Bust out my vacuum, so that I can clean my room.
Get get get get, Get those bottles right now I can recycle those
Taking off my shirt so I can DONATE SOME CLOTHES!
HELL YEAH!
I don’t curse, no, I don’t drink.
No alcohol around me so you’ll never catch me drunk.
Never never catch me drunk, never never catch me drunk
No alcohol around me so you’ll never catch me drunk

Skipping on, skipping on my feet
Spotted a chick for me.
Girl imma treat you right, Helping you cross the street. (street)
This is how I live, I stay in every night.
Give me a controller and we’ll have a good time!
HECK YES!
I don’t curse, no, I don’t drink.
No alcohol around me so you’ll never catch me drunk.
Never never catch me drunk, never never catch me drunk
No alcohol around me so you’ll never catch me drunk

Yeah if you’re happy and you know it, you should
Put your hands up, you should put your hands up,
Put put put put your hands up
Yeah if you have a question for me, you should
Put your hands up, put your put your hands up,
Put put put put your hands up! “Can’t touch this!”
HECK YES
Now our hands are all up, yes our hands are all up, o o o our hands are all up
HECK YES
A a a all our hands are up” and “cuz your armpits really smell, so could you put your hands down?


Pesta telah selesai pukul 9 malam. Aku dan Ikhsanpun akhirnya berpamitan pulang. Dalam kereta tujuan terakhir ini, aku melihat wajahnya Ikhsan yang tengah tertidur pulas dibahuku.

Kalau lagi begini... Wajahnya terlihat polos banget ya. Siapa yang sangka kalau dibalik wajah polosnya ini, dia menyimpan begitu banyak masalah yang berat bagi sebagian besar orang.

Sepertinya perkataan Adel kemarin memang benar, bahwa ada seseorang yang mampu menggantikan sosok Yola. Aku tersenyum memandangi wajah yang telah menyita pikiranku akhir-akhir ini... Sepertinya bunga cinta mulai bermekaran dalam jiwaku. 
Read More …

~Yuda's POV~

Suaranya yang indah kembali melantun di dalam pikiranku. Gak aku sangka, ternyata Ikhsan mempunyai bakat sebagai penyanyi yang handal! Aku benar-benar jatuh cinta dengan suaranya...

Tapi... Kenapa Ikhsan bisa betah ya sama gitaris itu? Uhm, siapa namanya? Al...hmm... Oh iya, Aldo! Kenapa dia jutek banget ya sama aku? Hah, gak taulah... Aku kan baru kenal sama dia, gak mungkin aku berbuat salah padanya. Well, hal itu sih gak terlalu aku pikirkan ya. Yang aku pikirkan sekarang cuman satu... Kenapa aku selalu mengingat sosok Ikhsan yang sedang menyanyi ya? Dari kemarin, bahkan sampai sekarang, aku terus mengingat moment itu.

Baru kali ini ada seseorang yang menyita pikiranku kecuali Yola. Tunggu sebentar, Ikhsan mampu mengalihkan pikiranku tentang Yola? Kenapa bisa? Nggak, ini normal-normal saja! Ya, ini wajar. Aku hanya mengagumi Ikhsan karena dia pintar menyanyi. Hanya itu saja...

"Ketuaaaa.....!!" tegur seseorang yang tengah berlari kearahku. Hah, si troublemaker muncul deh.

"Ketua! Ketua! Ketua! Denger-denger nanti ada murid pindahan ya? Dia dikelas mana? Kyaaaa jangan-jangan dia sekelas sama aku? Muridnya cowok kan? Gimana sih tampangnya? Terus, terus...." aku nggak tau apa yang diomongin sama bocah berisik ini. Ckck, pagi-pagi udah bikin ribut... Bikin bad mood aja.

Perempuan berisik ini namanya Adel, dia berasal dari kelas XI IPA 4. Sedangkan aku berasal dari XI IPA 1. Walaupun Adel ini berisik, tapi dia bisa menjaga rahasia terbesarku. Bisa dibilang dia salah satu sahabatku, dan dia juga merupakan wakil ketua osis, wakilku.

"Eh ya, tumben kamu gak ke parkiran mobil? Biasanya kamu selalu nyamperin Yola?" tanya Adel dengan suara cemprengnya. Aku terdiam sejenak... Oh iya ya, kenapa pagi ini aku gak nyamperin Yola ya? "Atau jangan-jangan udah ada penggantinya Yola? Cieee cieeee!"

Mukaku langsung memerah ketika mendengar kalimat Adel. Nggak! Nggak mungkin... Masa iya Ikhsan itu penggantinya Yola? Nggak, ini sebuah salah paham. Ini hanya kelengahanku saja!

"Tau ah! Aku mau ke kelas dulu ya, bye!" tanpa memperdulikan celotehnya Adel, aku langsung berlari menuju kelas dan menaruh tasku. Hah, gini deh yang gak punya temen sebangku... Gak ada temen ngobrolnya. Gak tau kenapa mereka semua menjaga jarak denganku. Karena apa? Karena aku ketua Osis? Karena aku berasal dari keluarga atas? Hei, aku masih manusia juga kan. Sama seperti mereka... Aku gak pernah habis mikir, kenapa mereka semua selalu memikirkan kata 'Gengsi'?

Ah, taulah. Yang penting sekarang adalah belajar. Kubuka tas ranselku dan mengambil buku paket dan buku tulis Fisika.

"Anak-anak, sebelum pelajaran dimulai... Bapak akan memperkenalkan murid baru ke kalian semua. Yak, silahkan masuk..." seisi kelas langsung terlihat heboh dan sangat antusias menerima murid baru itu. Jujur, aku juga penasaran sih. Kayak apa sih orangnya?

Tak lama, terlihatlah sesosok pemuda berparas tampan yang memasuki ruangan kelas XI IPA 1. Wait, sepertinya aku kenal dia... D-dia kan....!?

"Pagi, nama saya Aldo Widiansyah. Panggil saja saya Aldo, saya pindahan dari SMA X kota surabaya. Sebelumnya saya pernah tinggal disini waktu kecil. Oke, itu aja... Salam kenal semuanya!" udah kuduga... Dia Aldo! Ta-tapi kenapa sifatnya berubah 180 derajat ya? Perasaan kemarin dia orangnya jutek.

"Oke, Aldo... Kamu duduk disebelahnya Yuda ya. Kebetulan dia adalah ketua Osis disekolah ini, jadi kamu bisa sekalian tanya-tanya sama dia kalau kamu masih bingung sama tempat-tempat sekolah ini..." setelah mendengar perintah dari pak guru, Aldo berjalan sambil tetap tersenyum sampai akhirnya ia duduk disampingku.

"Haaaah, kenapa harus duduk sama lo ya? Gue kurang beruntung nih..." ujarnya dengan suara yang pelan tapi menusuk. Gila, orang ini bener-bener dendam sama gue... Emang salah apa sih gue?

Jam demi jam kulewatkan dengan perasaan canggung. Selama ini aku memang pengen mendapatkan teman sebangku, tapi gak gini juga kali... Ini mah lebih parah dari duduk sendirian!

"Woi, kelasnya Ikhsan dimana?" tanya Aldo dengan juteknya.

"Di IPA 4, beda 3 kelas dari sini. Lu ke kiri ya arahnya..." tanpa mengucapkan terima kasih, Aldo langsung beranjak dari tempat duduknya dan keluar kelas. Ckckck, kenapa sih semua orang pada benci sama aku? Padahal aku nggak ngelakuin kesalahan apa-apa sama mereka.

Hari ini tak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya. Istirahat sendirian di kelas, pulangpun juga sendirian. Tapi seperti biasa, dari pulang sekolah... Aku nggak langsung pulang kerumah. Pertama, aku sengaja berada diruangan Osis sampai jam setengah tujuh malam. Setelah itu aku pergi kesuatu tempat.... Suatu tempat yang sangat terkenal dengan kabar buruknya. Sebuah tempat dimana aku bisa menjadi diriku sendiri, dan melakukan apapun yang aku suka tanpa ada kata larangan. Bisa dibilang, tempat ini adalah tempatku untuk melampiaskan hidupku.

"Woi, semua! Liat nih, brother kita udah dateng! Yuk ah, cabut sekarang!" aku tersenyum ketika mereka menyambutku dengan semangat. Yep, hanya disini aku bisa mendapatkan teman.

Tanpa embel-embel ketua Osis, nama keluarga, maupun sekolah. Inilah aku, seorang Yuda. Hanya Yuda saja. Aku tak membawa nama sekolah, keluarga, dan juga statusku. Dengan begini, mereka akan menganggapku sebagai manusia biasa.

"Rokok?" tawar salah satu temanku yang berambut coklat. Akupun menerima pemberian rokoknya. Sedangkan teman-temanku yang lainnya sedang menikmati minuman keras. Bahkan ada yang sampai mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Hanya di wilayah ini aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Hanya disini aku bisa merasakan kebebasan! Inilah kehidupan yang aku mau...

BRUGH!

Ugh, sial! Apa-apaan sih tadi!? Bisa-bisanya ada orang yang berani menabrakku!

"Ooouw, sakit banget!" lirihku yang sengaja dilebih-lebihkan.

"Wah, parah tuh. Heh, bocah! Bayar uang kerugiannya nih!" temanku juga ikut-ikutan mengompori orang yang menabrakku tadi.

"Ma-maaf!! Aku nggak sengaja... Maafkan aku!" suara ini... Jangan bilang...!? Dengan cepat aku langsung membuka topiku agar bisa lebih jelas melihat wajah lelaki itu. Dia...

"Yu...Yuda....?" gumam lelaki itu setengah tak percaya ketika ia melihatku. Gawat... Kenapa Ikhsan bisa berada di wilayah seperti ini!? Ini kan daerah berbahaya!

"Guys, kalian jalan duluan aja. Gue ada urusan sama dia," meskipun mereka awalnya menolak perintahku, tapi akhirnya mereka mau jalan duluan dan meninggalkanku dengan Ikhsan.

"Hai, selamat malam, Ikhsan!" sapaku dengan nada yang ramah seperti biasanya. Ikhsan masih menatapku dengan tatapan takut, sekaligus bingung.

"Yuda, kenapa kamu seperti ini? Kenapa kamu bergaul sama anak-anak seperti mereka!? Dan lihat... Apa-apaan ini!? Kenapa kamu merokok!?" Ikhsan langsung mengambil rokokku dan membuangnya dijalanan, sekaligus diinjaknya. "Kenapa kamu jadi beda sekali?" tanya Ikhsan dengan nada khawatir. Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.

"Ada masalah?" tanyaku ke Ikhsan.

"Yuda, kumohon... Jadilah Yuda yang seperti biasanya! Kalau kamu ada masalah, cerita aja ke aku. Siapa tau aku bisa bantu! Please, jangan kayak gini Yud..."

"Hahaha! Kamu ini lucu ya. Gak nyangka kalau kamu segitu polosnya..." Ikhsan terdiam ketika mendengar aku tertawa. "Dengar ya, Ikhsan. Justru inilah aku yang sebenarnya... Aku yang disekolah hanyalah topeng! Camkan itu baik-baik. Lebih baik sekarang kamu pulang sebelum bahaya dateng ke kamu... Disini rawan lho,"

Ikhsan masih tetap terdiam dan terus memandangiku. Karena gerah ditatap seperti itu, akupun langsung memunggunginya dan mulai melangkah meninggalkannya.

"Aku nggak akan pulang... Sebelum Yuda pulang!" gubragh! Ternyata Ikhsan itu orangnya keras kepala ya! Padahal sudah ku kasih tau kalau tempat ini adalah daerah yang rawan akan kejahatan! "Pokoknya aku bakal ngikutin Yuda terus!" ancamnya yang sambil berlari kecil kearahku. Sial, kalau udah begini sih... Mau gak mau aku harus mengalah.

"Baiklah, kita pulang. Tapi ikut aku ke club sebentar, soalnya baju seragam aku ditinggal disana."

Aku dan Ikhsan segera mengunjungi club yang aku sebut tadi. Sesampainya di depan club, kami disambut oleh wanita cantik yang tak lain adalah sang pemilik club.
Read More …

~Ikhsan POV~

"Aldo... Serius nih tempatnya?" tanyaku dengan kedua mata yang terbuka lebar. Aldo hanya tersenyum sambil keluar dari mobilnya.

"Yoi, cozy banget kan tempatnya?" kini ia sudah mengunci mobilnya dan berjalan memasuki cafe tersebut. "Ayo masuk, kakak aku udah nunggu tuh..hehe,"

Gila, ini sih udah gak termasuk cozy lagi.. Tapi udah diatas mewah! Lihat saja dari penampilan depan cafe ini, tidak terlihat seperti cafe, melainkan seperti sebuah rumah ala-ala belanda. Apalagi dengan halaman yang luas dan asri, benar-benar terlihat mewah.

Bahkan baru selangkah saja aku memasuki cafe ini, rasanya tuh... Aku tak pantas untuk berada di tempat seperti ini T.T apalagi pakaianku biasa banget, jadi grogi nih aku.

"Aldo, kamu udah dateng?" tanya seorang wanita yang kini berada di hadapan aku dan Aldo. Wuah, cantiknya! Dia kakak kandungnya Aldo ya? Cantik banget.. Rambutnya panjang dan lurus, tubuhnya juga putih dan tinggi, seperti model! "Lho? Kamu Ikhsan ya? Sahabatnya Aldo waktu kecil?" tanya wanita itu dengan senyuman yang manis.

"A-ah, iya kak. Aku Ikhsan," ujarku malu-malu sambil mengulurkan tangan kananku kearahnya.

"Aku Reisha, kakaknya Aldo," balasnya dengan sangat ramah. Setelah itu, aku dan Aldo digiring oleh kak Reisha untuk memasuki sebuah ruangan. Dan setelah ruangan itu terbuka, terlihat seorang Pria tampan yang tengah menikmati secangkir kopi.

"Permisi, Pak Arya. Kedua lelaki ini yang pernah saya bicarakan ke Bapak. Mereka ingin bertemu dan mendiskusikan soal pekerjaannya ke Bapak.." ujar kak Reisha dengan sopan. Wah, dia terlihat beribawa sekali, gak beda jauh sama putri-putri bangsawan.

"Oh jadi kamu Ikhsan ya? Sama Aldo adiknya Reisha? Silahkan masuk! Silahkan duduk disini!" ternyata manager cafe ini ramah banget. Aku dan Aldo pun segera duduk dihadapannya, sedangkan kak Reisha keluar ruangan karena ingin melanjutkan pekerjaannya. Pak Arya menyambut kami dengan penuh semangat.

Yep, kali ini Aldo sedang berusaha untuk memberiku sebuah pekerjaan baru. Untungnya, kakaknya yang bernama Reisha bekerja disebuah cafe dan cafe tersebut sedang mencari penyanyi baru untu menyanyi di cafe itu.

Aldo pernah ingat kalau aku pintar menyanyi. Ya... Walaupun aku belum pernah menunjukkan bakatku itu di depan umum, tapi aku bisa menyanyi kok. Karena Pak Arya ragu dengan kemampuanku, aku disuruh Pak Arya untuk menyanyikan sebuah lagu dihadapannya. Dan akupun mulai bernyanyi didampingi oleh iringan gitar Aldo...

Remember when oleh Avril Lavigne, itulah lagu yang aku nyanyikan sekarang. Pak Arya tersenyum melihat penampilanku, dan setelah aku selesai bernyanyi, dia bergumam 'bagus, bagus' sambil menepuk kedua tangannya berkali-kali.

"Bagaimana kalau kalian membentuk duo?" tanya Pak Arya dengan cengiran khasnya. "Jadi begini, Ikhsan yang bernyanyi. Lalu ada Aldo yang bermain gitar dan menjadi background vocal, bagaimana?"

Tawaran Pak Arya langsung Aldo terima dengan senang hati. Akupun juga senang! Karena kalau sendirian dipanggung rasanya gimana gitu... Dan setelah kami menyetujuinya. Pak Arya memberikan tes yang kedua. Yaitu ketika pukul telah menunjukkan angka 7 malam, aku dan Aldo diberikan kesempatan untuk tampil perdana didepan para penonton. Dan jika ada 10 orang yang standing-applause melihat pertunjukkan kami, maka kami sudah resmi menjadi penyanyi cafe ini.

Alhamdulillah yah, aku gak ada penyakit demam panggung. Jadi aku nggak terlalu deg-degan buat tampil menyanyi di depan para pengunjung cafe ini. Aldo pun mempunyai rasa percaya diri yang sama sepertiku.

"Udah siap?" tanya Aldo dengan senyuman khasnya. Akupun membalas senyumannya dengan lebar. Tentu saja aku sudah siap!

Ketika sang MC sudah memberikan kami izin untuk maju keatas panggung, aku dan Aldo dengan santainya berjalan diatas panggung dan segera menempatkan diri ditempat masing-masing. Sebelum aku bernyanyi, aku menyapa para penonton... Dan langkah pertamapun sukses, karena para penonton menyambutku dengan sangat ramah. Lalu setelah suasana sudah diam kembali, Aldo mulai memainkan jemarinya di gitar kesayangannya. Dan dalam hitungan detik, aku segera melantunkan sebuah lagu....

Alangkah indahnya pelangi disana
Namun ia akan pergi
Termakan sang malam
Saat senja mulai tenggelam

Dia akan pergi
Tapi ku tak rela
Dia akan terbawa mimpi
Ingat aku yang kan setia menunggu
Setia mencarimu

Alangkah sejuknya memandang pelangi
Namun ia akan pergi
Seberkas cahaya perlahan memudar
Menghilang

Dia akan pergi
Tapi ku tak rela
Dia akan terbawa mimpi
Ingat aku yang kan setia menunggu
Setia mencari sosok indahmu

Pelangi, pelangi
Jangan kau menghilang
Pelangi, pelangi
Jangan kau tinggalkan aku

Tak'kan melupakanmu... Tak'kan pernah.... Sayang....


Lagu PELANGI oleh BLACKHEART sudah selesai kulantunkan. Tapi... Kenapa semuanya malah bengong melihatku? A-apa suaraku jelek ya!? Gimana ini? Apa segitu jeleknya suaraku sampai tidak ada satupun yang tepuk tangan?

Plok...plok....

Terdengar suara seseorang yang sedang menepuk kedua tangannya.

Plok! Plok! Plok! Plok! Plok!

Dan kini... Semua para pengunjung cafe berdiri dari tempat duduknya dan memberikan tepukan tangan yang sangat meriah.

"Encore! Encore! Encore!"

Kedua pipi putihku kini memerah karena teriakan para penonton. Aku langsung menoleh kearah Pak Arya dan kak Reysha yang sedang berdiri disamping panggung, mereka hanya tersenyum lebar dan memamerkan ibu jari mereka. Setelah itu aku menatap wajahnya Aldo, dia tersenyum sambil menganggukan kepalanya.

Aku dan Aldo kembali melantunkan sebuah lagu di minggu malam yang indah ini. Sepertinya aku cocok dengan pekerjaanku yang sekarang, apalagi ditemani dengan Aldo. Yah... Walaupun pastinya aku bakal kangen banget sama para dancer dan Pak Heru.

Tapi aku berharap, semoga pekerjaan baruku ini dapat berjalan dengan lancar. Aku sangat menyukainya. Aldo memang sahabatku yang paling TOP deh! Hehehe!

Setelah sukses mementaskan pertunjukkan perdanaku dan Aldo, kami dipanggil kembali keruangan Pak Arya dan kami menandatangani sebuah kontrak, yang artinya kami telah diresmikan untuk menjadi penyanyi di cafe ini.

Aku, Aldo, dan kak Reisha terlihat senang sekali ketika kami keluar dari ruangan pak Arya. Tapi setelah keluar, terlihat ada seseorang yang tengah berdiri disebuah tembok, dan ia tersenyum ketika lelaki itu melihat sosokku.

"Ikhsan! Tadi aku udah liat penampilan kamu! Wah, ternyata kamu ini pinter nyanyi ya... Aku baru tau, hehe!" kak Reisha dan Aldo menatapku dan lelaki itu secara bergantian. Wah... Kenapa dia ada disini!?

"Wah, Yuda... Kenapa kamu ada disini? Tadi kamu liat aku? Wah, jadi malu...hehehe," gak nyangka ternyata Yuda juga salah satu pelanggan di cafe ini! "Eh ya, Yud! Ini kak Reisha, kakaknya temen aku... Dan yang main gitar bareng aku tadi namanya Aldo, sahabat kecilku!"

Kak Reisha menjabat tangan Yuda dengan ramah, dan ketika Yuda mengulurkan tangannya ke Aldo. Aldo tampak diam sebentar, menatap lelaki itu dengan tajam.

"Gue Aldo. Sahabatnya Ikhsan dari kecil, sampe sekarang." ujar Aldo dengan nada yang dingin. Waduh, kenapa dia!? Perasaan tadi dia senang-senang aja? Kenapa dia keliatan sensi banget ya sama Yuda?
Read More …

~Ikhsan's POV~

"Jawab aku, Chan. Kamu habis dari mana?"

Aku benar-benar tak bisa membalas pertanyaannya. Gawat, apa yang harus aku katakan? Lagipula kenapa Aldo bisa ada disini? Ini sudah tengah malam...

"Chan, please jawab pertanyaanku. Kamu habis dari mana? Siapa Pria tadi yang barusan mengantarmu pulang?" kedua bola mata Aldo yang hitam pekat sedang menatap kedua bola mataku yang coklat. Aku berpikir sejenak.. Apakah aku harus membohonginya? Atau aku harus jujur padanya? Aku takut kalau nantinya Aldo akan menjauhiku kalau dia tau pekerjaanku. Tapi kalau misalnya aku harus berbohong padanya? Aku nggak bisa...

"Masuk ke dalam dulu aja, Do. Biar aku jelaskan semuanya..." Aldo segera mengekoriku dari belakang. Ketika aku membuka pintu rumah, aku mempersilahkan Aldo untuk duduk di ruang tamu.

Aldo menatapku dengan tatapan yang cemas. Dan dengan satu tarikan nafas yang ku keluarkan, aku pun memulai menjelaskan semuanya pada Aldo. Dan sepertinya Aldo mendengarkan semua ceritaku dengan serius. Baru kali ini aku melihatnya serius seperti ini...! Mungkinkah Aldo sudah tak mau berteman denganku lagi begitu ia tahu kalau aku bekerja di tempat-tempat hiburan? Tapi aku tidak akan terjerumus! Disana aku hanya menari saja... Apakah salah?

"Kamu nggak salah kok, Chan. Tapi sebaiknya kamu berhenti dari pekerjaanmu itu... Kalau kamu ketauan pihak sekolah gimana?" tanya Aldo dengan nada khawatirnya. Aku hanya bisa terdiam sambil memainkan jari-jariku dengan gelisah. Berhenti? Bagaimana bisa? Kalau aku berhenti dari pekerjaan ini, aku harus bagaimana lagi untuk bertahan hidup? Kalau menjadi pelayan biasa gajinya tidak mencukupi biaya sekolahku perbulan. Tapi Aldo ada benarnya juga, aku selalu khawatir kalau pekerjaanku ini diketahui oleh pihak sekolah.

"Lantas, aku harus bagaimana, Do? Kalau aku berhenti, aku gak bisa memenuhi kebutuhan hidupku..." Aldo tampak berpikir sebentar. Dia menyenderkan bahunya di sofa sambil menghelakan nafas yang panjang.

"Ah! Aku punya ide!" seru Aldo dengan penuh semangat. "Besok aku bakal kasih tau ke kamu. Sekarang mendingan kamu istirahat dulu, ok?" aku menatap Aldo dengan bingun. Kira-kira ide apa ya yang sedang dia pikirkan?

"Oh ya, aku boleh nginep disini gak?" eh!? Aldo nginep disini? Ngapain ya? Aku sih seneng banget kalau dia nginep, tapi...

"Boleh aja sih, tapi kayaknya aku gak punya baju ganti yang pas buat kamu... Gimana dong?" Aldo tersenyum mendengar pertanyaanku, dan ia membuka tas ranselnya yang ia taruh dibawah sofa.

"Tenang, aku udah mempersiapkan semuanya kok!" ujarnya dengan senyum yang lebar. Wah, jadi dia sudah merencanakannya ya? Ternyata Aldo datang kerumahku hanya untuk sekedar menginap. Katanya dia masih kangen sama aku, hahaha, ada-ada aja dia.

"Yaudah, kamu dikamar bekas kakakku aja ya? Aku mau mandi dulu sebentar," aku langsung mendirikan tubuhku dari tempat duduk dan bergegas mengambil baju rumah dari lemari kamarku.

"Wah, ternyata Ichan-ku udah bisa tidur sendiri ya... Padahal pas waktu kecil dulu kamu kan yang selalu ngajakin aku buat tidur nemenin kamu..." mendengar kalimat Aldo membuat wajahku berubah menjadi merah padam, entah malu, entah marah. Hah, Aldo memang ngeselin!

"Itu kan dulu...! Woooo!" protesku yang sambil melempar bantal tidurku kemukanya si jelek (baca:Aldo). Sayangnya, Aldo berhasil menangkap lemparan bantalku! Argh, dia malah melempar balik ke aku... Hiks, sakit.

"Berani ngelawan nih anak!" ujarnya yang kini tengah berlari kearahku dan langsung ngelitikin aku. Huwaaa, ternyata dia masih inget kalau kelemahan aku tuh dikelitikin!

"Adududuh...huahahaha..udah do, stop please...gyahahaha!!" bukannya Aldo berhenti, tapi dia makin cepet ngelitikin akunya! Aduh, kasur aku jadi berantakan deh T.T

Setelah Aldo puas mengelitiku, akhirnya aku dan Aldo sama-sama terkapar lemas diatas tempat tidurku. "Makanya, jadi orang jangan sok! Kamu tuh butuh waktu 1000 tahun buat bisa ngalahin aku!" aku hanya terdiam sambil menatap Aldo dengan kesal. Hah, dia dari dulu memang gak pernah berubah. Tapi aku bersyukur juga sih, itu artinya persahabatan kami masih sama seperti yang dulu, gak ada yang berubah.

"Udah, kamu gak usah mandi. Nanti rematik lho, mending kita langsung tidur aja..." benar kata Aldo. Aku juga capek sih sebenernya, males banget buat berdiri. Apalagi tangannya Aldo sudah berada di atas leherku, aku makin susah untuk beranjak dari kasurku.

Sudah lama aku tak merasakan perasaan bahagia ini. Sebelum Aldo datang, aku hanya tidur sendirian di setiap malam. Jangankan tidur, makanpun aku sendirian, bahkan tak ada satupun orang yang datang menyambutku ketika aku memberikan salam pulang. Hanya dengan Aldo yang membuatku tak merasa sendirian lagi dirumah ini.

Dulu waktu SD, aku selalu memimpikan hal-hal yang buruk, mungkin waktu itu aku belum terbiasa untuk tidur sendirian. Makanya aku selalu meminta Aldo untuk menginap dirumahku, supaya aku bisa tenang dalam tidurku. Ternyata benar, semenjak Aldo menginap dirumahku, aku jadi tak pernah memimpikkan hal-hal yang buruk lagi.

Seperti sekarang ini, aku bermimpi tentang sesuatu yang indah.
Read More …

~Ikhsan's POV~

Pukul sudah menunjukkan pukul delapan malam. Aku sudah mempersiapkan diriku di belakang panggung tempatku menari nanti. Akupun sudah memakai baju yang sudah disiapkan untuk pertunjukkan nanti. Biasanya kami mulai menari pada jam 9 malam, tapi entah kenapa hari ini waktunya dipercepat. Para pengunjung dihari ini pun di dominasi oleh kaum lelaki. Apa club ini tidak terlalu terkenal di kalangan perempuan ya? Entahlah. Para dancer juga semuanya dilakukan oleh laki-laki. Padahal biasanya ada yang perempuan juga.

Begitu host mempersilahkan kami untuk maju keatas panggung, kamipun mulai beraksi dengan penuh semangat. Kami terus menari diiringi oleh iringan musik DJ. Dan para penonton juga tak mau kalah dengan kami, mereka juga mengekspressikan diri mereka dengan menari bersama kami. Heran, kenapa mereka semua semangat sekali ya? Padahal kan yang menari saat ini semuanya lelaki, gak ada perempuan sama sekali.

Semakin malamnya hari, semakin panas juga suasana di club ini. Tepat pukul setengah sepuluh, munculah seorang Pria diantara kami yang memakai pakaian aneh.

Oh, aku ingat! Dia adalah DragKing. Aksinya selalu dinanti-nantikan oleh para pengunjung club ini. Bisa dibilang kalau dia adalah Icon dari club ini. Aku tak bisa melihat aksinya dengan jelas, karena banyak sekali penonton yang mengerubunginya. Ah, sudahlah. Aku tak mau melihatnya... Tugasku disini hanya menari. Ya, hanya itu.

Akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Waktunya para dancer kembali ke belakang panggung.

"Hei, ngapain bengong mulu?" tegur seorang lelaki dari belakangku. Ah, ternyata yang menegurku tadi adalah Fendy! Dia adalah salah satu dancer juga, umurnya lebih tua setahun dariku. Aku cuma tersenyum sesaat mendengar pertanyaan.

"Eh ya, San. Gue boleh minta tolong gak?" pinta lelaki berambut coklat itu.

"Apa?" tanyaku.

"Gini, gue hari ini diajakin jalan sama salah satu customer kita. Tapi sekarang gue gak bisa, San. Lu mau gak gantiin gue? Please?" tanya Fendy sembari menatapku dengan tatapan memelas.

"Hah? Memangnya siapa?" tanyaku lagi.

"Itu tuh orangnya..." Fendy menunjukkan seorang Pria berjaz hitam yang tengah duduk seorang diri di sebuah sudut yang agak gelap. Eh? Kenapa dia mengajak Fendy ya? Apa dia butuh temen curhat? "Kalau lu mau jalan sama dia, nanti aku bilangin ke orangnya! Dia pasti seneng kok jalan sama lo, oke?" aku terdiam mendengar pertanyaannya. Bukannya aku gak mau nemenin sih, tapi sekarang sudah jam 11. Walaupun besok hari minggu, tapi aku mesti nengok ibuku di rumah sakit. Gimana ya?

"Lumayan, tolol! Dia tuh eksmud, pasti dia bakal ngebeliin apa aja yang lu suka! Bagus kan?" aku masih tetap terdiam. Aduh, gimana ya? Aku bingung....

"Udah deh, pokoknya gini. Sekarang lo samperin dia ya? Lo harus temenin pria itu jalan kemana aja. Lagian gue udah terlanjur bilang kalau lu bakal gantiin dia, udah ya! Gue cabut dulu, temen gue dah nunggu di depan!" Fendy langsung pergi meninggalkanku dan berlari menuju teman lelakinya. Pengen banget aku ngejar Fendy, tapi... Dia uudah masuk mobil temannya. Hah, gimana nih? Aku bingung banget!

Tapi kalau dipikir-pikir... Sepertinya gak ada salahnya kalau aku jalan bersama Pria itu. Dia kan lagi butuh temen, siapa tau aku bisa memberikannya nasehat? Kata Fendy dia juga bakal memberikanku apapun yang aku suka. Wah, mimpi apa ya aku semalam? Bisa dapet rejeki nomplok seperti ini, hehe.

Akupun langsung pergi menuju tempat Pria itu duduk.

"Pe-permisi... Anda memanggil saya?" tanyaku dengan kaku. Argh! Gimana sih? Seharusnya aku bersikap ramah di depan hadapan pengunjung. Pria itu menolehkan wajahnya dan menatapku, dan bibirnya yang tadi cemberut mulai mengembang. Wajahnya yang tampan semakin tampan ketika ia tersenyum. Siapa sangka? Ternyata pemuda sukses dan tampan seperti dia masih mempunyai masalah, sampai dia membutuhkan teman curhat.

"Ah iya, nama kamu... Ikhsan ya? Temannya Fendy?" tanya Pria itu sembari mempersilahkan aku duduk. Akupun duduk disampingnya dan mengangguk kecil menjawab pertanyaannya.

"Jadi gimana? Kamu bisa ikut jalan denganku?" waduh, to the point banget! Gimana ya? Aku masih ragu dengan keputusanku ini, tapi... "Anggap aja malam ini adalah malam yang khusus untukmu. Aku bakal membelikan apapun yang kamu suka, asal kamu temenin aku. Kamu mau kan? Aku kesepian... Aku butuh teman," bisik Pria itu ditelingaku. Tangan kanannya yang tadi memegang gelas berisikan wine, kini tengah bergerak menuju bahu sebelah kiriku, dia merangkulnya.

"Saya......"

"Ehem, maaf menganggu. Tapi, bisakah saya meminjam lelaki ini sebentar?" belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku. Ada seorang Pria yang memotong kalimatku dan memegang tanganku sampai aku berdiri. "Mohon maaf, lelaki ini tidak bisa menemani anda. Sebagai gantinya, saya akan menggantinya dengan lelaki yang lain." pria yang tadi mengajakku jalan akhirnya bisa mengerti dan menerima tawaran mas Heru, dia adalah manager dari agensi kami.

Sesampainya dibelakang panggung, mas Hery mengeriutkan keningnya dan menatapku dengan tatapan kesal. "Lain kali kamu gak boleh kayak gini lagi, San. Ngapain kamu sama orang tadi, hah?" aku hanya terdiam mendengar teguran dari Mas Heru.

"Mas sudah berapa kali kasih tau kamu? Jangan pernah kamu mau buat diajak pergi sama orang yang gak kamu kenal! Lagian ini sudah malam, San! Kamu sendiri yang janji sama Mas kalau kamu gak mau macem-macem dan ikut terjerumus dalam dunia hiburan kan?" ujarnya dengan tegas.

"Tapi Mas, dia cuman butuh temen... Makanya aku..." Mas Heru menatapku dengan bingung.

"Teman? Kamu gak tau apa arti 'Teman' dalam dunia hiburan, San. Mas sudah bilang, pokoknya kamu harus janji gak akan menerima ajakan siapapun! Kamu ini udah Mas anggap sebagai adik Mas, Mas gak mau kamu kenapa-kenapa dan terjerumus dalam dunia hiburan ini..." ucap Pria itu sembari memelukku. Aku gak tau kenapa Mas Heru begitu khawatirnya denganku, padahal aku hanya diajak jalan saja. Lagipula sepertinya Pria tadi adalah Pria yang baik-baik kok, dia hanya butuh teman saja.

"Udah jam setengah 12, Mas anterin pulang sekarang ya?" akupun mengangguk dan mengekor dibelakangnya Mas Heru menuju parkiran mobil.

Hah, hari ini benar-benar aneh. Club yang aneh, show yang aneh, para pengunjung yang aneh, kelakuan Mas Heru yang aneh, semuanya aneh. Selama setahun aku menjalani pekerjaanku ini, baru sekarang aku menemukan hal baru di dalam dunia hiburan.

"Istirahat yang cukup ya, San. Good night!" ucap Pria itu sebelum aku turun dari mobil sedannya.

"Good night juga, Mas," salamku balik. Dan tak lama aku turun, Mas Heru kembali meluncur di aspal jalanan.

Akupun melangkah memasuki halaman rumahku. Dan langkahku terhenti ketika aku melihat seseorang yang tengah berada di teras rumahku. Jantungku serasa mau copot melihat sosok lelaki itu.

"Ichan... Kemana aja kamu?"

Aldo... Kenapa ditengah malam seperti ini dia ada dirumahku!?
Read More …

~Ikhsan's POV~

"Apa kabar, Ichan?" suara ini... Walaupun sudah berubah menjadi suara yang berat, tapi aku tak mungkin melupakan suara ini.

"Aldo...?" sapaku yang masih setengah tak percaya. Mungkin saja ini hanyalah fatamorgana saja? Ah, nggak. Gak mungkin. Dia begitu nyata, dia benar-benar ada di hadapanku sekarang.

"Hehe, kaget ya? Maaf deh," ucapnya yang sambil mengulurkan tangan kanannya ke aku. Kami pun bersalaman dengan erat. Hatiku benar-benar senang bukan main karena aku telah dipertemukan kembali dengan sahabat masa kecilku ini. Kami berteman semenjak kami masih kecil, waktu SD kelas satu. Dulu rumah Aldo tepat berada disamping rumahku. Hampir setiap hari kami melewatkan waktu bersama, dirumah dia selau seorang diri jadinya dia sering kesepian dan akhirnya bermain kerumahku. Saat itu keluargaku masih lengkap. Ada kak Zaki dan Ziko, kedua kakak kembarku. Dan juga ada ayah dan ibu. Ah... Tak terasa ya, waktu begitu cepat berlalu.

Setelah selesai berjabat tangan, aku mempersilahkannya untuk masuk kerumah. Dan membiarkannya duduk diruang tamu. Akupun langsung membuatkan dia secangkir sirup orange.

Selagi kami duduk dan meminum sirup yang baru saja kubuat tadi, sesaat aku melirik sosok Aldo yang kini telah tumbuh menjadi seorang Pria. Kupandangi tubuh sahabatku itu dengan lekat, membandingkan dirinya di empat tahun yang lalu sebelum dia meninggalkanku keluar kota. Dulu waktu kecil kami sepantaran, tapi sekarang dia jauh lebih tinggi dariku. Wajahnya juga semakin tampan saja, dan senyumnya pun makin oke. Aku yakin, para gadis pasti akan pingsan dibuatnya!

Aldo kembali membuka percakapan. Kemarin dia baru saja meninggalkan kota surabaya dan kembali ke kota ini, karena kakaknya akan kuliah disini. Begitu tahu kalau kakaknya akan kuliah di kota tempat tinggalnya dulu, Aldo pun langsung meminta kedua orang tuanya untuk pindah sekolah dan tinggal bersama kakak dirumah tantenya Aldo. Saat ini Aldo belum tahu mau sekolah dimana, dan ia menanyakan sekolahku karena ia mau memasuki sekolah yang sama denganku. Aku yang mendengar kabar ini pun langsung merasa senang bukan main!

"Lalu, aku prihatin atas apa yang sedang menimpamu sekarang, Chan..." ucapnya yang sambil menatapku dengan cemas. Ah... Mungkin dia sudah dengar dari tetangga tentang keluargaku. Aku hanya bisa tertawa untuk beberapa saat, dan Aldo menatapku dengan bingung.

"Gaya bicaramu kok kayak orang dewasa sih, Do?" ejekku yang masih tetap tersenyum. Aldo yang melihatku seperti ini, dia juga ikutan tertawa lepas.

"Walaupun sudah lama kita nggak ketemu, tapi semuanya tetap sama ya..." ucap Aldo yang seperti berbisik. "Semuanya seakan... Kita tak pernah mengucapkan kata selamat tinggal."

Aku terdiam mendengar kalimatnya. Wah, ternyata Aldo memang benar-benar sudah menjadi orang dewasa. Kalimatnya kurang bisa dicerna olehku...

Aku dan Aldo kembali terlarut dalam kenangan kami di masa SD. Dari hal yang menyenangkan, sampai hal yang paling memalukan! Heran aku, kenapa Aldo ingatannya kuat banget ya?

"Eh ya, kamu udah ada pacar belum nih?" tanya Aldo tiba-tiba.

"Ka-kamu nanya apa sih, Do? Belum ada kok! Jatuh cinta aja belum, gimana punya pacar?" Aldo tertawa mendengar jawabanku. Huh, padahal dia sendiri kan juga lagi single. Kenapa dia ngetawain aku sih?

"Kalau gitu, aku daftar boleh dong?" wajahku langsung berubah menjadi merah mendengar suara Aldo.

"OGAAAAAH!" jeritku yang memukulnya dengan bantal sofa. Aldo hanya tertawa keras melihat tingkahku ini. Huh! Aku tarik kata-kataku tadi yang bilang kalau Aldo itu sudah dewasa! Ternyata dia masih tetap jahil seperti dulu!

Setelah itu, Aldo pun berpamitan untuk pulang. Rumah tantenya agak jauh, dan ia juga dipesankan oleh tantenya agar tidak main terlalu lama. Aldo berjanji padaku bahwa ia akan sering-sering main kerumahku lagi, tentu saja aku sangat senang mendengarnya! Walaupun dia suka jahil, tapi aslinya dia baik banget kok. Waktu kecil dulu dia sering memberikanku berbagai macam buku bacaan serta mainan. Semua yang ia berikan selalu aku pakai, kecuali... Waktu itu dia memberikanku mainan pistol-pistolan, karena aku kurang begitu suka, jadinya aku simpan dikardus deh, hehe.

Ah ya aku lupa! Jam enam kan aku harus sudah sampai di Heaven! Gawat, sekarang sudah jam setengah enam! Semoga aku gak telat!

Dengan cepat aku langsung mengganti pakaian dan langsung beranjak pergi ke Heaven Club. Ditengah perjalan, tiba-tiba saja aku teringat kembali tentang kenanganku dulu bersama Aldo.

Waktu SD dulu aku sering dikatain cowok lemah, dan cuman Aldo yang selalu membelaku. Bahkan dia sampe rela babak belur melawan tiga cowok berandalan di kelas, hanya demi membelaku. Dia seperti Yola, dulu cuman dia yang bisa mengerti aku, yang selalu bisa melindungiku. Yola dan Aldo sama-sama berasal dari keluarga atas, tapi mereka berdua tetap mau bersahabat denganku. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.
Read More …

~Normal POV~

Lima belas menit sebelum pesawat landing, seorang pemuda berparas tampan terbangun dari tidur lelapnya. Tubuh pesawat Boing 747-400 yang besar dan dingin itu mampu membuat pemuda tadi sempat tertidur.

"Bentar lagi sampe ya kak?" tanya pemuda itu ke seorang wanita disebelahnya. Wanita berambut panjang itu tersenyum dan menganggukan kepalanya.

Pemuda itu pun membalas senyuman kakaknya. Tak disangka karena akhirnya pemuda bermata hitam pekat itu akan kembali ke sebuah kota yang pernah ditinggalinya waktu masih kecil dulu. Dia tak sabar untuk bertemu kembali dengan seseorang yang dianggapnya special, seseorang yang dirindukannya selama empat tahun lamanya.

"Akhirnya kita bisa bertemu lagi," gumam pemuda itu didalam hati kecilnya.
Read More …

"Adit! Bagaimana kondisinya? Masih utuh semua kan?" teriak si tuan rumah. Adit serta Faisal langsung tersadar setelah lama mereka saling bertatap-tatapan.

"Masih ku urus boss! Kalian masuk duluan saja, istirahat dulu!" ujar Aditya sambil masih berada di dalam truk.

"Oke!" jawab mereka sambil memasuki rumah besar itu.

Read More …

Pulang kembali ke kampung Teratak membuatnya semakin terpuruk. Banyak hal yang dilihatnya mempengaruhi batin. Kalau dulu ia melihat pohon kelapa, perahu nelayan karam di tengah lautan, dan anak-anak yang berlarian dengan gembira. Namun kini semuanya terlihat beda. Dalam hatinya Faisal timbul pertanyaan; kapan semua penduduk memiliki WC sendiri? Kapan mereka mengecap pendidikan sehingga tidak bodoh lagi dipermainkan oleh para preman? Kapan mereka menikmati hidup yang layak?

Read More …