ALL 'BOUT GAY

~Ikhsan's POV~

Terdengar sebuah alaram yang berasal dari jam weker tua milikku. Dengan perlahan, kugerakkan tanganku menuju meja disamping tempat tidurku dan kuraih sebuah jam weker tua. Wah, udah jam setengah 7 pagi nih.

Dengan sedikit malas, aku berdiri dari tempat tidurku lalu kubuka jendela dan kuhirup udara segar dari luar. Mataku yang masih sipit memandang luas ke langit biru. Kenapa ya? Padahal langit-langit itu terlihat indah... Tapi kenapa aku malah tersenyum miris? Ah... Mungkin nasibku sama seperti awan itu. Melayang-layang tak tentu dengan arah, berganti-ganti pula warnanya. Kadang putih, kadang abu-abu, dan bahkan terlihat hitam pekat atau orange.

Ah! Aku baru ingat, setengah jam lagi kan aku ada janji pergi sama Aldo! Waduh, mesti gerak cepet nih. Dalam hitungan detik aku sudah mengambil handukku dan langsung mengambil langkah kaki seribu ke kamar mandi.
--------------------------------------
Selesai aku mengganti baju pergi, terdengar suara klakson mobil dari depan rumahku. Setelah kulihat dari jendela, ternyata itu mobilnya Aldo! Segera aku mengambil tasku dan mengunci pintu rumahku.

"Hei, Chan! Maaf ya aku datangnya lama..." aku tersenyum dan menggeleng kecil mendengar permintaan maaf Aldo. Lagipula waktunya pas banget sih, jadinya gak ada acara tunggu-tungguan.

Hari ini adalah hari minggu, dan untuk pertama kalinya... Aldo mau menemaniku menjenguk mama di rumah sakit jiwa. Aku jadi ingat masa kecilku dulu, kalau tidak salah sih... Dulu Aldo deket banget sama Mama. Mama juga sering wanti-wanti ke Aldo buat ngejagain aku disekolah, huh, mama ada-ada aja deh... Dikiranya aku anak perempuan kali ya?

Ingin rasanya aku balik ke masa-masa indah itu. Tapi pada kenyataannya hal itu gak mungkin terjadi. Rasanya susah banget untuk terus maju kedepan tanpa harus menengok kebelakang.

"Ichan, kamu mau lagu apa?" tanya Aldo tiba-tiba yang menghancurkan lamunanku.

"Hmm... Apa aja deh, Do. Yang penting asik! Hehehe," Aldo tersenyum mendengar balasanku. Lalu dia mengambil kaset Maroon 5 nya dan menyetel lagu Pure Imagination.

Dalam perjalanan, kami tak begitu banyak bicara. Hingga akhirnya setengah jam sudah kami lalui, kami sampai disebuah gedung tua yang semenjak jaman belanda sudah menjadi Rumah Sakit Khusus. Gedung itu mempunyai arsitektur ard deco, yang tak lain adalah bentuk bangunan yang sempat populer di jaman dulu. Pintunya besar-besar, sepertinya terbuat dari kayu jati tua, sebagaimana jendela-jendelanya yang berbentuk krepyak dan memiliki jendela pelapis didalamnya yang berkaca tebal. Cat pada dinding-dindingnya yang berwarna kelam. Sungguh sebuah rumah sakit yang apik dan asri.

Setelah kami melapor pada seorang penjaga di meja resepsionis, kami langsung menuju ke ruangan Mama dengan diantarkan seorang perawat wanita yang cantik. Perawat itu melaporkan kesehatan mama yang semakin hari semakin baik. Aldo dan aku pun merasa lega mendengar kabar itu. Aku berhutang banyak pada rumah sakit ini, mereka tahu kondisiku yang hanya sebatang kara. Maka dari itu, mereka memberikan kebijakan padaku untuk merawat mama sampai sembuh tanpa dipungut biaya sepeser pun.

Sepanjang lorong menuju kamar Mama, kulihat beberapa orang pasien rumah sakit itu berkeliaran. Mungkin mereka pasien yang tidak berbahaya. Ada yang duduk mematung sambil menatap langit, seperti tengah menunggu seseorang. Ada yang tersenyum-senyum sendiri sambil merangkai mahkota bunga. Dan ada yang berbicara sendiri. Mungkinkah mereka menjadi seperti itu karena telah ditinggal oleh orang-orang yang disayangi oleh mereka? Apakah mereka sama seperti Mama? Ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya, sehingga Mama menjadi tak berdaya seperti sekarang.

Tak terasa, kami sudah sampai di depan kamar Mama. Perawat itu mempersilahkanku dan Aldo untuk masuk. Kamar Mama tak pernah dikunci karena Mama tak pernah mengamuk dan keluar dari ruangan. Kata perawat, sepanjang hari kerjaannya hanya melamun dan menatap keluar jendela. Apabila disuruh minum obatpun, mama selalu menurut.

Kulihat Mama yang kini tengah duduk di tempat tidurnya, matanya lurus memandang keluar jendela. Dengan perlahan, aku melangkah mendekati Mama. Kurendahkan tubuhku dan berlutut didepannya, lalu kucium tangan kanannya. Hal ini selalu kulakukan setiap kali aku menjenguknya pada hari minggu.

"Ma... Ini Ikhsan, Ma. Mama gimana keadannya?" tanyaku dengan pelan. Lama Mama membisu, akhirnya Mama mengulurkan tangannya dan menempel di kedua pipiku. Sudah lama aku tak merasakan kelembutan Mama. Setelah tiga tahun lamanya, baru kali ini Mama menanggapiku. Tanpa sadar, butiran-butiran kristal jatuh dari kedua kelopak mataku. Kusentuh tangan Mama yang lembut lalu kugenggam tangannya.

"Ik...Ikh...san...?" sapa Mama dengan susah payah.

"Iya ma, ini Ikhsan. Anaknya Mama..." ujarku dengan nada lirih. Walaupun Mama menatapku, tapi wajahnya masih terlihat datar, kedua matanya masih kosong. Lalu dia menolehkan wajahnya dan menatap Aldo yang tengah berdiri disampingku.

"Kau.... Al..." Mamanya tak mampu untuk menyelesaikan kalimatnya. Aldo yang merasa disapa, ia langsung berlutut di depan Mama sepertiku. Dan ia mengatakan sesuatu.

"Benar tante, aku Aldo! Tante ingat?" Mama masih menatap Aldo tanpa berkedip, lalu ia kembali menatapku. Sepertinya Mama mau berbicara sesuatu, tetapi kami diberitahu suster untuk segera keluar dari ruangan karena jam besuk sudah habis. Aldo membujuk perawat wanita itu untuk diberikan bonus waktu beberapa menit lagi, tapi tidak bisa. Dengan perasaan terpaksa, akupun langsung beranjak berdiri dan mencium kening Mama sebelum pergi meninggalkan Mama.

"Sekarang kita kemana?" tanya Aldo sambil menyalakan mobilnya.

"Menengok Ayah dan Kakak..." jawabku sembari mengenakan sabuk pengaman. Sebelum Aldo melajukan mobilnya, entah kenapa dia menatapku dengan lekat. "A-apa?" tanyaku yang sedikit grogi karena ditatap seperti itu.

Aldo tersenyum sesaat, "Nggak, aku cuman heran aja sama kamu. Kamu masih saja sabar menjalani hidupmu. Kamu benar-benar lelaki yang tegar ya, aku bangga punya sahabat kayak kamu!" ujarnya sambil mengelus kepalaku. Entah aku harus malu mendengar kalimatnya atau harus kesal karena dia mengelus-ngelus kepalaku! Dikiranya aku ini masih anak kecil apa, huh!

Seperti biasa, ditengah perjalanan kami tak terlalu banyak bicara, karena saking asiknya melihat pemandangan kota. Sesampainya di pemakaman, aku dan Aldo menyusuri beberapa batu nisan untuk mencapai kuburan Ayahku dan Kakakku. Alm. Seno dan alm. Ziko. Kuburan mereka bersebelahan, dan aku segera menundukkan kepalaku untuk mencium nisan Ayah dan Kakak.

Tapi, ada yang aneh... Kenapa ada rangkaian bunga disini? Siapa ya yang menaruh bunga-bunga ini dipemakaman Ayah dan Kakak? Selama ini hanya ada aku saja yang menengok mereka. Karena penasaran, aku menanyakan ke penjaga makam yang telah menaruh bunga di makam Ayah dan Kakak. Penjaga itu tampak berpikir sesaat dengan wajah yang cemas.

"Ah, maaf den Ikhsan. Mas kurang tau siapa yang menjenguknya. Tak bersihin bunganya dulu yo," aku langsung mencegat si penjaga makam itu yang ingin membersihkan makam mereka.

"Nggak usah, Mas. Biar kayak gini aja, gak apa-apa kok," lalu si penjaga makam itu segera pamit dari hadapanku dan Aldo.

Hmm... Aku jadi penasaran. Siapa ya kira-kira yang habis menengok Ayah dan Kakak? Ibu? Nggak mungkin. Teman-temanku? Nggak ada yang tahu tempat makam Ayahku dan Kak Ziko. Saudara? Hah, gak mungkin. Mereka gak peduli dengan keluargaku hanya karena ayah dan ibu kawin lari. Lalu siapa yang mengantar bunga ini?

"Apa jangan-jangan Zaki yang habis mampir kesini?" tanya Aldo dengan nada curiga. Mataku langsung terbuka lebar mendengar kalimatnya. Kak Zaki? Tapi dia kan... Dia menghilang dan belum pernah ditemukan oleh siapapun. Apa dia sudah kembali? Tapi dari mana dia tahu makam Ayah dan Kak Ziko? Kenapa dia nggak kerumah? Nggak, nggak mungkin Kak Zaki. Mungkin tebakan Aldo salah.

Selesai membacakan doa agar arwah kakak dan Ayah tenang, kami segera meninggalkan tempat pemakaman itu. Dan pergi menuju cafe karena kak Raisha menelpon Aldo untuk segera datang ke Cafe karena Pak Arya ingin menyampaikan sesuatu.

Dalam perjalanan menuju cafe aku hanya memikirkan satu hal. Aku sangat penasaran, kira-kira siapa yang menengok Ayah dan Kak Ziko ya?

Categories:

8 Responses so far.

  1. Sabaaaaar, lol nanti aku post kok ^^ makasih udah mau baca =D

  2. Anonymous says:

    Lanjutannya?!

  3. Anonymous says:

    Lanjutan part - 9 dan seterusnya koq ga ada

  4. Anonymous says:

    Lanjutannya mana

  5. Anonymous says:

    kog ga lanjuuuutt zich
    crita.y bagus bgt

  6. Unknown says:

    Wow...dah nunggu kok cuma sampai ch 8 mana ya lanjutannya...

  7. Unknown says:

    mana lanjutanya.....??????!!!!!

Leave a Reply